Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja
Pada dasarnya, kontrak kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban.
Kontrak kerja juga dapat diartikan sebagai dasar terjadinya hubungan kerja. Definisi tersebut sejalan dengan Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Kemudian, berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Klausul pekerjaan harus memperhatikan jenis pekerja serta job description dari pekerjaan tersebut agar mengetahui detail dari pekerjaan yang menjadi kewajiban pekerja dalam kontrak kerja.
Selanjutnya, dalam klausul upah perlu diperhatikan komponen serta besarnya upah agar tidak lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Selain itu, perlu diperhatikan pula cara pembayaran serta konsekuensi keterlambatan pembayaran upah. Sementara itu, klausul perintah dalam hubungan kerja bermakna bahwa ada yang memberi perintah (pemberi kerja) dan ada yang melaksanakan perintah tersebut.
Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja
Selanjutnya, perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak memenuhi syarat dalam huruf a dan b, maka perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan.
Sedangkan jika bertentangan dengan ketentuan dalam huruf c dan d, maka perjanjian kerja menjadi batal demi hukum.
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, yang ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.
Dalam praktiknya, PKWT adalah perjanjian kerja yang mengikat karyawan kontrak dan pekerja lepas.
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 13 PP 35/2021, PKWT paling sedikit harus memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besaran dan cara pembayaran upah;
f. hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau syarat kerja yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya PKWT;
h. tempat dan tanggal PKWT dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam PKWT.
Kemudian, jika Anda dipekerjakan secara kontrak atau PKWT, Anda harus melihat juga apakah diperjanjikan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja Anda.
Hal ini karena dalam PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Jika dalam PKWT disyaratkan masa percobaan kerja, maka masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
Sedangkan, jika Anda dipekerjakan secara tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), maka berdasarkan Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Namun, beda halnya dengan PWKT, dalam PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 bulan, dan dalam masa percobaan kerja, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Jika PKWTT dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. Surat pengangkatan tersebut sekurang kurangnya memuat keterangan:
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
Kesimpulannya, sebelum Anda menandatangani perjanjian kerja atau kontrak kerja dengan perusahaan, sebaiknya Anda terlebih dahulu memahami isi perjanjian kerja yang mengatur tentang jenis pekerjaan, tempat pekerjaan, besarnya upah dan cara pembayarannya, syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja, dan poin-poin sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Selain itu, jika Anda dipekerjakan secara kontrak atau PKWT, Anda harus memastikan bahwa tidak ada masa percobaan dalam perjanjian kerja Anda.
Pasalnya, dalam PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Referensi:
- Asri Wijayanti. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2017;
- Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007;
- Suryadi Bata Ahmad. Sistem Kontrak Kerja Antara Karyawan dan Perusahaan Perspektif Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab, Vol. 1, No. 2, 2020.